Jumat, 31 Mei 2013

Ini Perbedaan Sholat Jumat vs Misa Minggu Di Inggris


Laman berita Inggris, dailymail.co.uk menampilkan pemandangan yang kontras yang dipublish pada hari kamis, 30 May 2013 waktu setempat. Di sebuah tulisan, dailymail menjejerkan dua foto pemandangan di dalam gereja dan di sebuah masjid.

Foto yang berada dalam gereja St Mary terlihat hanya sedikit jemaat yang hadir. Itu pun separuh di antara mereka adalah orang yang sudah tua. Gereja St Mary yang telah dibangun sejak 1849 ini hanya terisi jemaat 20 orang. Sedangkan di sebelahnya, foto jama'ah sholat Jumat di sebuah masjid Spitalfields, London Timur, terlihat luberan jamaah hingga ke jalan raya. Masjid yang ada hanya menampung kapasitas 100 orang sehingga para jamaah yang tidak kebagian tempat harus sholat di jalanan atau parkiran.

Daily Mail ingin memberi peringatan pada penduduk Inggris bahwa Islam akan menjadi agama yang dominan bagi masa depan Inggris.

"Diperkirakan dalam waktu hanya 20 tahun, akan ada lebih banyak Muslim aktif di negara ini ketimbang mereka yang datang ke gereja. Ini pemikiran yang bahkan tidak terbayangkan setengah abad lalu," tulis Daily Mail.

Selain menampilkan foto Gereja St Marry, Daily Mail juga menampilkan foto Gereja St George in the East yang berada di London Timur.  Gereja St George in the East hanya terlihat 12 orang pada Misa Minggu. Sangat bertolak belakang dengan pemandangan upacara sholat Jumat di tempat yang berdekatan.

Dalam sensus tahun 2011 umat Islam di Inggris diperkirakan meningkat dari tiga persen menjadi 4,8 persen atau sekitar 2,7 juta orang yang kebanyakan adalah anak muda berusia di bawah 25 tahun. Sedangkan penduduk Kristen di negara ini mengalami penurunan drastis dalam satu dekade terakhir. Jumlah populasinya menyusut 
hingga 59,3 persen atau 33,2 juta orang dengan seperempat pemeluknya berusia mendekati 80 tahun.

Keadaan ini diperparah dengan ditinggalkannya gereja-gereja pada upacara keagamaan rutin.

Silakan lihat perbedaannya. 

Pemandangan Gereja St George in the East, dihadiri 12 orang.

Sholat Jumat di Spitalfields, karena Masjid hanya berkapasitas 100 orang, jamaah terpaksa sholat di parkiran dan jalanan

Selasa, 28 Mei 2013

PENGARUH ZIKIR TERHADAP OTAK


“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan tenteram hati mereka dengan zikrullah, ketahuilah hanya dengan mengingat Allah itu, hati menjadi tenteram.” (Ar-Ra’d, ayat 28)

OTAK hanyalah aktivitas-aktivitas bio-elektrik yang melibatkan sekumpulan saraf yang dipertanggungjawabkan untuk melakukan tugas-tugas tertentu untuk memungkinkan ia bekerja dengan sempurna.

Setiap hari 14 juta saraf yang membentuk otak ini berinteraksi dengan 16 juta saraf tubuh yang lain.

Semua aktivitas yang kita lakukan dan pemahaman atau ilmu yang kita peroleh adalah natijah dari aliran interaksi bio-listrik yang tidak terbatas.

Oleh itu, apabila seorang itu berzikir dengan mengulangi kalimat-kalimat Allah, seperti Subhanallah, beberapa kawasan otak yang terlibat menjadi aktif.

Ini menyebabkan satu aliran bio-listrik di wilayah saraf otak tersebut.

Bila zikir disebut berulang-ulang kali, aktivitas saraf ini menjadi bertambah aktif dan turut menambah tenaga bio-listrik.

Lama-kelamaan kelompok saraf yang sangat aktif ini mempengaruhi kelompok saraf yang lain untuk turut sama aktif.

Dengan itu, otak menjadi 
aktif secara keseluruhan.

Otak mulai memahami hal baru, melihat dari sudut perspektif berbeda dan semakin kreatif dan kritis, sedang sebelum berzikir otak tidak begini.

Otak yang segar dan fit secara tidak langsung mempengaruhi hati untuk melakukan kebaikan dan menerima kebenaran.

Hasil penelitian laboratorium yang dilakukan terhadap subjek ini dimuat dalam majalah Scientific American, edisi Desember 1993.

Satu penelitian yang dilakukan di Universitas Washington dan tes ini dilakukan melalui tes pemindaian PET yang mengukur kadar aktivitas otak manusia secara tidak sadar.

Dalam penelitian ini, sukarelawan diberikan satu daftar kata benda.

Mereka diharuskan membaca setiap kata tersebut satu persatu dan menghubungkan kata-kata dengan kata kerja yang terkait.

Ketika sukarelawan melakukan tugas mereka, beberapa bagian berbeda otak menunjukkan peningkatan aktivitas saraf, termasuk di bagian depan otak dan korteks.

Menariknya, apabila sukarelawan ini mengulangi daftar kata yang sama berulang-ulang kali, aktivitas saraf otak merebak pada kawasan lain dan mengaktifkan kawasan saraf lain.

Ketika daftar kata baru diberikan kepada mereka, aktivitas saraf kembali meningkat di daerah pertama.

Ini sekaligus membuktikan secara ilmiah bahwa kata yang diulang-ulang seperti perbuatan berzikir, terbukti meningkatkan kebugaran otak dan menambah kemampuannya.

Subhanallah, “maka nikmat tuhanmu manakah yang kamu dustakan?” [inbermu]

Senin, 27 Mei 2013

Cara Dialog Manusia Dengan Jin


Banyak buku-buku atau kaset-kaset yang judul covernya tentang “Dialog dengan Jin”. Di antaranya; Dialog dengan Jin Muslim oleh Muhammad lsa Daud, Dialog dengan Jin Kafir oleh Muhammad ash-Shayim. Atau kaset yang judulnya “Dialog dengan raja jin”. Sebagaimana juga kita sering mendengar cerita seorang kyai, ustadz atau tokoh agama, serta orang yang mengaku sebagai ahli spiritual mampu berkomunikasi dengan jin. Bahkan di antara mereka ada yang mengaku berkoalisi dengan jin dan ada juga yang mengaku punya piaraan jin. Yang jadi pertanyaan adalah, “Bagaimana cara mereka bisa berkomunikasi dengan jin atau menjadikannya sebagai patner, dan bolehkah kita percaya pada omongan jin???”.


Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadinya dialog antara manusia biasa (bukan nabi atau rasul) dengan jin.

Pertama, jin datang sendiri kepada manusia dengan menampakkan diri dan menyerupai sosok tertentu sehingga bisa dilihat oleh manusia dan berdialog dengannya. Seperti penampakan lblis di kalangan orang kafir Quraisy di Darun Nadwah lalu terjadi dialog di antara mereka (Tafsir lbnu Katsir: 2/379). Penampakan lblis di tengah pasukan kafir Quraisy saat mau berkecamuk Perang Badar lalu terjadi dialog di antara mereka (Tafsir lbnu Katsir: 2/317). Penampakan syetan sebagai sosok manusia di gudang zakat lalu terjadi dialog dengan penjaganya, Abu Hurairah (HR. Bukhari). Penampakan jin di rumah Ubay bin Ka’ab lalu terjadi dialog antara keduanya (HR. Nasa’i). Dan ada juga orang-orang pada masa sekarang yang melihat penampakan, lalu mereka berdialog dengan ‘sosok misteri itu’, lalu sosok itu menghilang. Syari’at lslam telah membenarkan proses terjadinya dialog antara manusia dengan iin yang menampakkan diri.

Kedua, jin datang ke manusia tanpa menampakkan diri. La datang hanya dengan suara dan bisikan, dan ini adalah termasuk bentuk gangguan syetan. Seperti yang disabdakan Rasulullah SAW, “Syetan akan mendatangi salah seorang dari kalian seraya bertanya, ‘Siapa yang menciptakan ini? Siapa yang menciptakan ini?’ sampai pada pertanyaan, ’Siapa yang menciptakan Allah?’ Barangsiapa mendapati dalam dirinya pertanyaan tersebut, maka berlindunglah kepada Allah (baca lsti’adzah), dan hendaklah menghentikannya (mengakhirinya),” (HR. Bukhari).

Begitu juga kedatangan syetan ke dukun-dukun untuk memberikan kepada mereka informasi, bisikan atau wangsit. Aisyah berkata, “Orang-orang datang ke Rasulullah dan bertanya tentang dukun-dukun’. Rasulullah SAW menjawab, ‘Mereka itu tidakada apa-apanya’. Lalu ada yang berkata: ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka kadang-kadang memberitahu kepada kami berita (ramalan) yang benar-benar terjadi’. Rasulullah menjawab, ‘Berita itu bersumber dari kebenaran yang telah dicuri Jin, kemudian disampaikan ke telinga walinya (para dukun). Tapi jin telah mencampur kebenaran dengan seratus kebohongan”. (HR. Bukhari). Mantan dukun yang sudah taubat di hadapan Rasulullah pernah ditanya oleh Umar bin Khatthab, “Apakah jin perewanganmu masih mendatangimu?” Dukun yang sudah taubat itu menjawab, “Sejak saya rajin membaca al-Qur'an, dia tidak pernah datang lagi. Sebaik-baik pengganti adalah al-Qur’an.” (A’lamun Nubuwwah: 127).

Ketiga, jin tidak datang dengan sendirinya tapi didatangkan atau  diundang. Diundang dengan membaca mantra atau melakukan ritual-ritual menyimpang. Cara inilah yang biasanya dipakai oleh dukun, tukang sihir, tukang ramal atau orang-orang yang sejenis mereka. Setelah mereka membaca mantra atau melakukan ritual menyimpang, jin yang dimaksud akan datang. Kedatangannya bisa berbentuk penampakan atau hanya berupa suara saja, sebagaimana yang pernah diceritakan mantan dukun yang telah bertaubat ke Majalah Ghoib. Setelah jinnya datang, terjadilah dialog antara dia dengan si pengundang. Biasanya orang yang mengundang jin dengan cara seperti ini butuh bantuan dari jin tersebut, dan banyak ragam bantuan yangmereka butuhkan. Koalisi seperti ini dilarang oleh syari’at lslam dan merupakan kesyirikan. Allah berfirman, “Dan bahwasanya ada beberapa 
orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-iin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (QS. Al-Jin: 6).

Keempat, dialog dengan cara mediumitasi. Cara ini ada dua macam.

Pertama, dengan menghadirkan seorang manusia, lalu ia melakukan ritual (gerakan) atau baca mantra untuk mengundang jin yang dimaksud, agar masuk ke jasad manusia yang disiapkan untuk jadi mediator. Lalu terjadilah dialog antara pengundang dengan jin melalui mediator tersebut. Cara ini tidak dibenarkan syari’at dan juga tidak pernah dilakukan Rasulullah SAW, dan biasanya ada unsur kesyirikan di dalamnya. Karena yang hadir ke mereka bisa dipastikan adalah jin jahat atau syetan, kalau pun ia muslim, biasanya muslim yang munafik. Sedangkan jin muslim shalih tidak akan memperdaya manusia atau menyeret mereka ke lembah dosa. lngat! misi utama syetan adalah menyesatkan manusia. Mereka tidak membantu manusia kecuali untuk menyesatkan manusia tersebut.

Kedua, adalah menggunakan orang yang kesurupan. Ada orang yang diganggu jin atau kesurupan, lalu dilakukan terapi ruqyah padanya, dan saat ruqyah dibaca, terkadang jinnya mau berbicara atau berdialog dengan manusia lewat mulut orang yang terganggu. Kalau ruqyahnya syirkiyyah (bermuatan syirik), maka lslam mengharamkannya. Tapi kalau ruqyahnya syar’iyyah se bagai mana yang pernah dilakukan Rasulullah SAW, maka hal itu dianjurkan. Apabila dengan dibacakan ayat dan do’a Rasulullah, jin yang di dalam tubuh orang tersebut bereaksi dan mau berbicara, maka terjadilah dialog. Tapi kalau tidak  mau berbicara atau berdialog, kita tidak boleh memaksanya. Apalagi melakukan tindak kekerasan seperti memukul atau menendangnya agar ia mau bicara. Bacalah ruqyah terus-menerus, sampai jin itu teriak atau merasa kesakitan, lalu kabur dari badan orang tersebut. Kalaupun tidak terlihat reaksi yang berarti, janganlah putus asa. Berdo’alah terus kepada Allah agar gangguan yang ada segera dihilangkan atau disembuhkan.

Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin berkata: “... Saat jin atau syetan itu masuk dalam diri manusia terkadang ia berbicara melalui lisan orang tersebut. Orang di sekitarnya yang mendengar ucapan itu mengetahui bahwa yang berbicara itu bukanlan manusia yang kesurupan, tapi jin yang ada di dalam dirinya. Maka dari itu terkadang kita menjumpai dalam Perkataannya itu berbeda dengan perkataan orang yang sebenarnya saat ia tersadar, perbedaan itu terjadi karena yang berkata adalah jin melalui lisan orang tersebut. Kita memohon kepada Allah semoga Dia melindungi kita semua dari gangguan kesurupan semacam itu dan juga bencana lainnya. Kesurupan seperti itu pengobatannya melalui bacaan (ruqyah) dari orang yang baik, alim dan shalih. Kadang-kadang jin tersebut mau berbicara dan memberi tahu mereka tentang sebab manusia itu kesurupan, tapi terkadang juga ia tutup mulut. Dan kebenaran dari merasuknya iin ke tubuh manusia telah ada dalilnya dari al-Qur’an dan as-Sunnah serta realita yang terjadi.” (Syarhu Riyadhish Shalihin: I/177 - 178).

Yang perlu dicatat dalam masalah yang berkaitan dengan dialog dengan jin saat melakukan ruqyah adalah: Jangan berlebihan dalam melontarkan materi pertanyaan, seperti tanya soal jodoh, rizki atau prilaku seseorang. Karena hal itu adalah urusan Allah, bukan urusan jin. Fokuslah pada hal yang berkaitan dengan proses terapi. Berikanlah nasehat agama kepadanya agar ia bertaubat kepada Allah dan tidak melakukan kedzaliman lagi. Kalau ia mengaku agamanya non muslim, ajaklah ia masuk lslam. Kalau ia masuk lslamnya pura-pura, itu bukan urusan Anda, Allah yang Maha Tahu, yang penting kita sudah menyampaikan kebenaran. Kalau ia mengaku masuknya melalui sihir, tanyakan di mana letak sihirnya. Tapi waspadalah! Bisa jadi ia membohongi Anda. Timbanglah dengan al-Qur’an dan al-Hadits, atau konfrontasikan dengan realita yang ada. Jangan langsung percaya omongan mereka. Apalagi kalau dia menyebutkan pelaku sihirnya. Kalau tidak ada bukti, jangan terprovokasi!!!(ghoibruqyah)  

Tiga Pilar Untuk Tegaknya Kekuatan Dakwah



Syeikh Hasan Al Banna

Para sahabat yang merupakan pilar masyarakat dakwah Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam  memiliki tiga pilar  utama untuk tegaknya kekuatan dakwah dalam jiwa kelompok tersebut. Seandainya ketiga hal itu berhasil terwujud di dalam diri kita sebagaimana yang telah terwujud dalam diri para sahabat, niscaya kita akan dibawa melangkah di jalan kemuliaan dan kemenangan, sebagaimana yang telah terjadi pada mereka.
Pertama adalah unsur keimanan yang sempurna. Keimanan inilah yang membersihkan mereka dari keinginan apa pun selain dakwah. Mereka telah mendengarkan seruan, “Maka segeralah kembali kepada Allah.” (QS. Adz-Dzuriyat: 50)

Mereka menjadikan Laa ilaaha ilallah sebagai slogan, pada saat yang sama mencampakkan slogan selainnya. Orang-orang musyrik berada dalam kesesatan, karena mereka mempertuhan selain Allah. Orang-orang Persia berada dalam kesesatan karena mereka mengabdi kepada nafsu dan syahwat. Ahli Kitab berada dalam kesesatan karena mereka menjadikan para pendeta dan orang-orang alim mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah. Bumi ini secara keseluruhan berputar di atas poros kesesatan, karena tidak mendapatkan petunjuk dan tidak mengambil cahaya dari Allah. Sedangkan mereka berada di atas kebenaran yang nyata karena mereka telah menghindari penyembahan kepada berhala dan hawa nafsu serta menyerahkan seluruh pengabdian kepada Allah.

Mereka tidak beribadah kecuali kepada Allah, tidak patuh kecuali kepada Allah, tidak bergantung kecuali kepada Allah, tidak memohon kecuali kepada Allah, dan tidak merasakan kebahagiaan kecuali karena berdekatan dengan Allah. Mereka tidak merasa menderita kecuali oleh dosa yang menjauhkan dari Allah. Semua itu merupakan faktor pertama yang menyatukan hati mereka, karena mereka tidak berafiliasi kepada si Fulan atau si Fulan.

Bapakku Islam, tidak ada bapak selainnya bagiku

Ketika orang-orang berbangga dengan Qais dan Tamim

Mereka tahu bahwa bumi ini milik Allah yang diwariskan kepada siapa saja di antara hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya dan bahwa kesudahan yang baik akan diperoleh orang-orang yang bertaqwa. Segala perbedaan yang biasanya mencabik kelompok-kelompok dan menjauhkan hati seseorang dari yang lainnya, musnah, lantaran mereka telah diwarnai dengan sibghah (celupan) Allah. “Sibghah Allah, dan siapakah yang lebih baik sibghahnya daripada Allah?” (QS. Al-Baqarah:138)

Kedua, unsur cinta, kesatuan hati, dan keterpautan jiwa. Faktor apalagi yang bisa menjadikan mereka berselisih? Apakah mereka akan berselisih gara-gara kenikmatan dunia yang fana ataukah karena perbedaan gaji, tugas, dan status, sedangkan mereka mengetahui bahwa, “Sesungguhnya yang paling mulia di antara 
kalian di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa.” (QS. Al-Hujurat: 13)

Jadi tidak ada faktor-faktor yang mengakibatkan mereka terpecah-belah. Mereka bersatu dan bersaudara, yang satu tidak menghinakan yang lain, tetapi masing-masing mencintai saudaranya dengan sepenuh kecintaan, kecintaan yang mencapai tingkatan itsar (mengutamakan orang lain). “Dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).” (QS. Al-Hasyr: 9)

Mereka juga senantiasa menghayati firman Allah, “Katakanlah, ‘Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluarga kalian, harta kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kalian sukai, adalah lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan- Nya.’ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS. At-Taubah: 24)

Ketiga, adalah unsur pengorbanan. Mereka telah paham semua ini, sehingga rela memberikan apa saja untuk Allah, sampai-sampai ada di antara mereka yang merasa keberatan mengambil ghanimah yang telah dihalalkan oleh Allah untuk mereka. “Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kalian ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik.” (QS. Al-Anfal: 69). Terhadap hal ini pun mereka merasa keberatan dan menghindari. Mereka meninggalkannya karena mengharapkan pahala dari Allah subhanahu wa ta’ala agar amal mereka tidak dikotori oleh ambisi pribadi.

Ketiga unsur ini, yaitu keimanan yang membersihkan diri mereka dari pikiran apa pun selain ma’rifatullah dan ukhuwah yang mengikat hati mereka sehingga seakan-akan menyatu, dan pengorbanan yang mendorong mereka untuk memberikan jiwa dan harta dalam rangka menggapai ridha Allah, yang menyebabkan mereka tampil dalam profil seperti ini. Faktor-faktor inilah yang telah mengeluarkan sekelompok manusia tersebut dari kehinaan kepada kemuliaan, dari perpecahan kepada persatuan, dan dari kebodohan kepada ilmu. Mereka adalah pemberi petunjuk bagi umat manusia dan calon-calon pengantin di surga.

Perasaan ini, Ikhwan sekalian, meluap di dalam diri saya ketika saya berdiri melihat Anda semua dalam shaf, dan ketika berdiri berceramah di hadapan Anda semua. Saya memohon kepada Allah agar menjadikan kita sebagai pengganti-pengganti mereka, agar kita memurnikan iman kita kepada Allah, agar Dia menjadikan kita orang-orang yang bercinta karena Allah, bersatu di atas kalimat-Nya, sebagaimana mereka telah bersatu dan memberikan sesuatu untuk menggapai ridha Allah. Ya Allah, kami menginginkan yang demikian itu; maka jadikanlah kami, ya Allah, demikian.

Sumber