Sabtu, 06 Juli 2013

Teruslah Berdzikir Hingga Akhir Hayat


Hudzaifah.org - Saudaraku, seiman seaqidah. Mengapa kita terus menerus berdzikir? Karena umur kita terus bertambah usia berkurang. Semakin lama, tiap jam, tiap menit, tiap detik, kita semakin mendekati kematian. Dan sesungguhnya hamba-hamba yang beriman sangat menantikan husnul khotimah.

Bagi orang yang beriman, tidak peduli di mana ia mati. Tapi bagi orang-orang beriman, ia peduli bagaimana cara ia mati.

Rasulullah SAW bersabda:

"Barang siapa yang di akhir hayatnya melafazkan dzikir 'laa ilaaha illallah' maka ia akan masuk surga."

Sungguh bahagia mereka yang selalu berdzikir kepada Allah. Inilah ibadah hitungan detik.

Ingat, ada ibadah tahunan misalnya shalat Idul Fitri, shaum Ramadhan. Ada pula ibadah bulanan, antara lain shaum sunnah ayyamul biidh. Ada lagi ibadah mingguan, misalnya Shalat Jum'at. Ada pula ibadah harian, antara lain sholat fardhu lima waktu, isya, subuh, dzuhur, ashar, hingga maghrib.

Nah, ada ibadah setiap detik, setiap kesempatan, di mana pun, kapan pun, dalam posisi apa pun, yaitu dzikir kepada Allah SWT. Dengan demikian hubungan kita kepada Allah SWT tetap terjaga.

Sehingga di saat puncaknya goncangan hidup yang lebih dahsyat dari tsunami, lebih dahsyat dari badai Katrine, dimana semua orang pasti akan mengalaminya, yaitu sakaratul maut; ia tetap tenang, karena hatinya selalu berdzikir kepada Allah. Lalu Allah memanggilnya seperti dalam surat Al Fajar...

"Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku." (QS. Al Fajr: 27-30)

Karena itu, siapa pun yang merindukan meninggal dalam keadaan baik, maka ia harus selalu berdzikir. Itulah husnul khotimah. [ai] 

Minggu, 30 Juni 2013

Umar bin Khattab Memberi Keadilan Pada Seorang Yahudi


Sejak menjabat gubernur, Amr bin Ash tidak lagi pergi ke medan tempur. Dia lebih sering tinggal di istana. Di depan istananya yang mewah itu ada sebidang tanah yang luas dan sebuah gubuk reyot milik seorang Yahudi tua.

“Alangkah indahnya bila di atas tanah itu berdiri sebuah mesjid,” gumam sang gubernur.
Singkat kata, Yahudi tua itu pun dipanggil menghadap sang gubernur untuk bernegosiasi. Amr bin Ash sangat kesal karena si kakek itu menolak untuk menjual tanah dan gubuknya meskipun telah ditawar lima belas kali lipat dari harga pasaran.

“Baiklah bila itu keputusanmu. Saya harap Anda tidak menyesal!” ancam sang gubernur.

Sepeninggal Yahudi tua itu, Amr bin Ash memerintahkan bawahannya untuk menyiapkan surat pembongkaran. Sementara si kakek tidak bisa berbuat apa-apa selain menangis. Dalam keputusannya terbetiklah niat untuk mengadukan kesewenang- wenangan gubernur Mesir itu pada Khalifah Umar bin Khattab.

“Ada perlu apa kakek, jauh-jauh dari Mesir datang ke sini?” tanya Umar bin Khattab. Setelah mengatur detak jantungnya karena berhadapan dengan seorang khalifah yang tinggi besar dan full wibawa, si kakek itu mengadukan kasusnya. Padahal penampilan khalifah Umar amat sederhana untuk ukuran pemimpin yang memiliki kekuasaan begitu luas. Dia ceritakan pula bagaimana perjuangannya untuk memiliki rumah itu.

Merah padam wajah Umar begitu mendengar penuturan orang tua itu.

“Masya Allah, kurang ajar sekali Amr!” kecam Umar.

“Sungguh Tuan, saya tidak mengada-ada,” si kakek itu semakin gemetar dan kebingungan. Dan ia semakin bingung ketika Umar memintanya mengambil sepotong tulang, lalu menggores tulang itu dengan pedangnya.

“Berikan tulang ini pada gubernurku, saudara Amr bin Ash di Mesir,” kata sang Khalifah, Al Faruq, Umar bin Khattab.

Si Yahudi itu semakin 
kebingungan, “Tuan, apakah Tuan tidak sedang mempermainkan saya!” ujar Yahudi itu pelan.

Dia cemas dan mulai berpikir yang tidak-tidak.Jangan-jangan khalifah dan gubernur setali tiga uang, pikirnya. Di manapun, mereka yang mayoritas dan memegang kendali pasti akan menindas kelompok minoritas, begitu pikir si kakek. Bisa jadi dirinya malah akan ditangkap dan dituduh subversif.

Yahudi itu semakin tidak mengerti ketika bertemu kembali dengan Gubernur Amr bin Ash. “Bongkar masjid itu!” teriak Amr bin Ash gemetar. Wajahnya pucat dilanda ketakutan yang amat sangat. Yahudi itu berlari keluar menuju gubuk reyotnya untuk membuktikan sesungguhan perintah gubernur. Benar saja, sejumlah orang sudah bersiap-siap menghancurkan masjid megah yang sudah hampir jadi itu.

“Tunggu!” teriak sang kakek. “Maaf, Tuan Gubernur, tolong jelaskan perkara pelik ini. Berasal dari apakah tulang itu? Apa keistimewaan tulang itu sampai-sampai Tuan berani memutuskan untuk membongkar begitu saja bangunan yang amat mahal ini. Sungguh saya tidak mengerti!” Amr bin Ash memegang pundak si kakek, “Wahai kakek, tulang itu hanyalah tulang biasa, baunya pun busuk.”

“Tapi…..” sela si kakek.

“Karena berisi perintah khalifah, tulang itu menjadi sangat berarti.

Ketahuilah, tulang nan busuk itu adalah peringatan bahwa berapa pun tingginya kekuasaan seseorang, ia akan menjadi tulang yang busuk. Sedangkah huruf alif yang digores, itu artinya kita harus adil baik ke atas maupun ke bawah. Lurus seperti huruf alif. Dan bila saya tidak mampu menegakkan keadilan, khalifah tidak segan-segan memenggal kepala saya!” jelas sang gubernur.

“Sungguh agung ajaran agama Tuan. Sungguh, saya rela menyerahkan tanah dan gubuk itu. Dan bimbinglah saya dalam memahami ajaran Islam!” tutur si kakek itu dengan mata berkaca-kaca. 

Keajaiban Penyakit Demam


Masya Allah. Bibir ini seakan tidak mau berhenti memuji diri-Mu. Bibir hamba-Mu ini yang sering berkeluh kesah ini seakan tidak mau berhenti bersyukur, ketika dihadapkan dengan sebuah kenyataan bahwa yang sering dikeluhkan, khususnya penyakit demam, ternyata mengandung banyak sekali manfaatnya. Maha suci Engkau yang telah menjadikan semua ciptaan-Mu ini tidak sia-sia.

Mari kita perhatikan hadits di bawah ini:

“Janganlah engkau mencela penyakit demam, karena ia akan menghapuskan kesalahan-kesalahan anak adam, sebagaimana alat pandai besi itu bisa menghilangkan karat besi”. (HR. Imam Muslim)
Menurut Imam Ahmad dengan sanad yang shahih dari Ibunu Umar, Rasulullah Saw bersabda: “Demam yang menimpa dalam sehari dapat menghapuskan dosa selama setahun”.

Saking bisanya penyakit demam ini menghapus dosa, bahkan ada beberapa sahabat yang mencintai penyakit demam bersemayam dalam dirinya, semata-mata ingin mendapatkan khasiat sakit demam dalam menghapuskan dosa-dosa manusia. Sebagauimana yang diucapkan Abi Dunya, “Mereka (para salaf) senantiasa berharap  agar menderita sakit demam dalam suatu malam sebagai penghapus dosa-dosa yang telah berlalu”. Subhanallah!

Rasulullah sendiri termasuk manusia termulya sepanjang 
zaman,  pernah terjangkiti demam. Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, “Aku pernah memasuki ruangan Rasulullah Saw, saat beliau terkena demam. Maka, aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah engkau terkena demam yang sangat parah?’ Rasul Saw menjawab, ‘Benar, aku terkena demam seperti dua orang dari kalian terkena penyakit ini’. Aku bertanya, ‘Kalau begitu, apakah karenanya engkau mendapatkan dua pahala?’ Beliau menjawab, ‘Ya’. ”

Penyakit demam yang muncul sebagai efek meningkatnya suhu badan, yang bisa menjangkiti orang dewasa maupun anak-anak, selain bisa menghapuskan dosa, bisa mendatangkan pahala, dan juga bisa menyehatkan tubuh. Sebagaimana perkataan Syaikh Abdurrahman bin Yahya Al-Mu’alimi dalam bukunya Fawa’idul Maradh, “Demam mempunyai beberapa manfaat bagi tubuh. Yaitu demam dapat ngalirkan endapan-endapan, mengeluarkan racun-racun tubuh, lalu dikeluarkan dari badan. Yang demikian itu tidak bisa dilakukan dengan obat apapun, selain dengan demam itu sendiri”.

Masya Allah, demam yang sering menimpa sebagian dari kami, seringkali dibenci dan dicaci maki, padahal didalamnya terkandung manfaat yang ‘ajaib’ Subhanallah..Subhanallah… Subhanallah … [Sumber: Dikutif dari buku BEROBATLAH DENGAN SEDEKAH, karya Muhammad Albani]